Putih-putih
melati, bercampur jingga api. Ialah kucing berinisial A dan berakhiran i.
Pemilik bulu halus, bersih, dan rapi. Ia cenderung pendiam, tak seperti kucing
cerewet yang hobi meneriakkan “meong” di sana sini. Dimulai beberapa bulan
lalu, ia sering ke Asrama Putra Salman, dari pagi hingga pagi lagi, tinggal
bersama kami.
Dimulai bulan
Maret lalu, tiba-tiba A berada di dalam kotak kardus di salah satu ruangan. Hal
yang mengharukan sedang terjadi. Ketika didekati, ia selalu waspada. Ketika
ditilik lebih dekat, terdapat tiga ekor kucing kecil dengan mata tertutup dan
belum bisa berjalan. Mereka sedang menyusu. Ah, bayi kecil yang lucu!
Sebelum hari
itu, sering kudapati A mampir di gedung kayu Salman. Di sana, ia tidur dan
bermalas-malasan, terkadang memohon untuk diberi makan. Yah, ia memang tak bisa
bergerak lebih bebas, karena ia sedang hamil. Tentu ia bukan lagi kucing remaja
yang suka bermain dan dimanja, dielus di atas pangkuan orang-orang.
Ketiga anaknya masing-masing
berinisial N, N, dan C. Untuk membedakan N dan N yang satunya, sebut saja Na
dan Nu. Aku tidak akan menyebut namanya karena itu cukup terlarang (hanya anak
asrama putra yang tahu). Na berwarna putih dengan sedikit bercak-bercak jingga.
C mirip dengan Na, hanya saja jingganya lebih banyak dibanding Na. Sementara
itu, Nu adalah yang paling berbeda karena ia lebih kaya warna, yaitu
hitam-putih-jingga dengan hitam yang paling dominan. Begitu mengharukan melihat
ketiganya bersama, menyusu, dan terkadang si ibu memandikan (menjilati) mereka.
A begitu protektif dan tak pernah keluar dari kotaknya. Ketika seseorang
mendekat, ia akan menatap waspada dan meneriakkan “meong”. Sejauh yang
kuperhatikan, ia bahkan tak pernah makan. Ketika ia keluar lalu mendapati
seseorang mendekati kardus, ia akan berlari dan mendahuluinya untuk mencapai
kardus. Ibu yang baik. Aku tersenyum melihat tingkah lakunya.
Tapi, bagaimana
kucing memiliki perasaan itu? Bukankah hewan hanya mengikuti instingnya untuk
bertahan hidup? Toh kalau A meninggalkan anak-anaknya dan membiarkan mereka
mati, ia masih tetap hidup. Apakah ia memiliki kasih sayang pada anak-anaknya
layaknya manusia? Ini akan menjadi persoalan menarik yang entah apakah sains
bisa menjelaskannya.
Mitos yang
kudengar, ketika kucing memiliki anak, ia akan berpindah-pindah tempat dalam
menjaga anaknya selama tujuh kali pindahan. Dan benar saja, suatu ketika
kudapati mereka menghilang. Memang hari-hari sebelumnya sering kudapati A
mondar-mandir. Ia sedang survei lokasi. Ketika kucari ke sana ke mari, ada satu
tempat yang ketika kudekati A menjadi sangat waspada. Ternyata di bawah lemari!
Ah, serius lah, itu bukanlah tempat yang cukup bagus. Hanya anak-anaknya yang
muat masuk ke sana. Lalu kupindahkan kembali mereka ke tempat semula. Begitu
lucu mendapati A khawatir ketika aku memegang anaknya untuk dipindahkan. Si
anak pun meneriakkan “meong” dengan nada rendah yang lucu. Di lain hari, mereka
pindah ke salah satu kamar temanku. Karena itu bisa mengganggu, kupindahkan
lagi mereka ke tempat semula.
Hari-hari
berlalu. Entah kenapa aku merasa bahagia ketika mata anak-anak itu mulai
terbuka. Hari terus berlanjut, level mereka bertambah. Mereka sudah bisa
berjalan. Persaingan terjadi. Mereka mulai berkelahi berebutan menyusu. Hari
berlanjut lagi, mereka bisa mengintip di balik kardus, melihat dunia di
luarnya. Akhirnya, mereka pun bisa melompat keluar. Selanjutnya, mereka tinggal
di luar kardus. Saat itu tingkat protektif si ibu sudah berkurang. Mungkin ia
sudah terbiasa dengan kedatangan kami (manusia) dan paham kalau kami tidak akan
membunuh. Atau mungkin ia sudah cukup yakin dengan anak-anaknya. Ia bahkan
sudah membiarkan anak-anaknya berkeliaran bebas. Aku ingat kala pertama mereka
berjalan-jalan di sekitar asrama, menyebar, menjauh dari ibunya. Tapi, mereka
selalu dapat kembali. Mereka tetap tinggal bersama dan A tetap menyusui dan
memandikan mereka.
Bulan Mei, umur
mereka sudah dua bulan. Mereka sudah bisa bermain lebih aktif. Berlarian,
melompat-lompat, mengejar tali yang digerak-gerakkan, serta berkelahi satu sama
lain. Begitu lucu melihat tiga kucing kecil berkelahi sekaligus. Tapi, karena
mereka sudah bisa makan, kami khawatir mereka buang air sembarangan. Jadi, kami
pindahkan mereka ke tempat parkir. Tapi, bagaimana pun mereka dipindahkan,
mereka selalu dapat kembali ke asrama. Sepertinya mereka sudah nyaman di sini.
Sekarang bulan
Juni. Mereka sudah tiga bulan. Meski ukuran sudah meningkat, mereka tetap masih
kucing kecil. Tapi, mereka sudah bisa mandiri. Kali ini, mereka benar-benar
pergi. Barangkali ada yang mengambil mereka untuk diadopsi ketika mereka
bermain di sekitar masjid. Hanya satu yang masih kembali, Na. Ia tak lagi punya
teman berkelahi. Kadang-kadang ia malah berkelahi dengan ibunya. Ia masih
sering minta menyusu kepada ibunya dan ibunya menendangnya karena sudah tidak
memperbolehkan lagi. Tapi, si ibu masih memandikannya dan kadang khawatir
ketika ia menghilang. Tapi, kekhawatirannya sudah tak seperti dulu ketika
mereka bayi. Mereka sudah cukup mandiri. Yah, begitulah kaderisasi di kalangan
kucing.
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara
Sumber gambar: Engin Akyurt, pexels.com
0 Komentar:
Posting Komentar