Kata-kata mengandung makna dan rasa. Mereka memunculkan
aksara. Dahulu aksara dipahat, lalu aksara digores dengan pena, tapi kini ia
muncul dari cahaya. Aksara tak hanya menceritakan peristiwa, tapi ia juga
menyatakan rasa. Ia yang diukir dengan tinta pena membawa makna yang lebih
terasa dibanding yang timbul dari radiasi. Setiap kombinasinya membawakan makna
yang berbeda. Tapi, yang dapat menyenentuh jiwalah makna yang paling terasa.
Tentang rasa, ia bisa timbul dari penyampainya. Seniman
bilang rasa itu timbul dari aksaranya. Maka ia benar dalam satu kasus. Dalam
konteks yang terlokalkan, penulis itu sendiri yang menimbulkan rasa. Kata-kata
bermakna yang disampaikan oleh orang-orang yang dekat dengan kita akan lebih
terasa. Sementara pernyataan bahwa “kata-kata bermakna yang terasa bergantung
pada kombinasi kata itu sendiri” berlaku pada konteks yang lebih umum. Orang
bilang tulisan orang lain yang tak dikenal bagus, itu karena mengikuti kaidah
itu. Tapi, tulisan sederhana untuk kita dari mereka yang dekat memberikan rasa
yang berbeda. Karena tulisan itu tidak bercerita dia atau mereka, tapi kita.
Kata-kata ini muncul karena kertas-kertas berisi
kata-kata bermakna yang tetiba muncul di hadapanku. Mungkin dimaksudkan sebagai kata-kata
perpisahan, karena kami akan berpisah. Tapi mereka adalah kata-kata semangat. Coretan tinta itu berkata, “Jangan
lupa ganti baju”, “Jangan lupa pake sandal”, “Jangan gaje”, “Jangan skip mulu”
dan yang lainnya. Entah kenapa aku tertawa sambil terharu, padahal akhir-akhir
ini aku sulit merasa.
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara
0 Komentar:
Posting Komentar