Taburan bintang itu kian bertambah seiring terbukanya malam. Semilir meliuk mengikuti tinggi rendah bangunan di kota
itu. Pada satu gedung, semilir menemukan
seorang anak terbaring di atapnya. Lebih dari sekadar terasa
dingin di kulit, semilir merembes. Anak itu tak apa-apa. Ia tetap tenggelam dalam
personifikasi percakapan dengan bintang-bintang.
Semilir pun turut berbaring di samping anak itu.
Ia memohon kepada waktu untuk rehat sejenak. Mereka berkumpul pada malam yang
berhenti. Dipertemukan oleh kejadian yang telah diatur, dihangatkan oleh api
fatamorgana di antara ketiganya. Anak itu
yang menciptakannya.
“Api ini hanya bisa diciptakan oleh yang memiliki hati. Yang hanya memiliki
logika tidak bisa. Yang tidak memiliki keduanya hanya menurut.” kata anak itu. Semilir terkagum.
Sekali
mendengar cerita, anak itu
terus rewel untuk mendapatkan lebih. Semilir kian
tertarik dengan tingkah anak itu. Bintang pun tak keberatan untuk bercerita. Ia membocorkan
tentang sesuatu yang mengintip dari baliknya.
“Apa itu malaikat?” tanya anak itu.
“Mungkin.”
“Atau yang lebih besar dari itu?”
Bintang-bintang tersenyum.
“Kuharap Dia membicarakanku.”
Baru
setelah anak tertidur, malam kembali berjalan. Semilir meliuk menerobos jendela sambil melempar cium.
#RamadhanInspiratif
#Challenge
#Aksara
0 Komentar:
Posting Komentar